KPU Siap Menindaklanjuti Putusan MK Soal Pemisahan Pemilu Nasional dan Daerah
Papuaekspose.com – Adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan pemilu nasional dan daerah mulai 2029 harus dipandang sebagai upaya memperbaiki sistem kepemiluan di Indonesia. Demikian dikatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Mochammad Afifuddin.
Lebih jauh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) ini mengatakan, KPU sebagai penyelenggara pemilu tentu akan menindaklanjuti Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 itu.
“Harus kita pahami bahwa Putusan 135 ini bagian dari upaya kita memperbaiki, menyempurnakan sistem pemilu kita. Dasar berpikirnya harus begitu, niatan baiknya harus begitu,” kata Afifuddin saat menjadi pembicara dalam seminar bertajuk “Redesain Sistem Pemilu Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi”, di Tavia Heritage Hotel, Jakarta, Kamis (31/7/2025).
KPU, lanjut Afifuddin, telah memiliki pengalaman dalam menindaklanjuti Putusan MK yang berkaitan dengan kepemiluan.
Ada Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang berkaitan dengan syarat mencalonkan diri menjadi calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Lalu ada Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang berkaitan dengan persyaratan untuk calon kepala daerah.
“Yang akhirnya juga kita tindak lanjuti kan dalam konteks yang membutuhkan PKPU dan seterusnya. Jadi intinya putusan Mahkamah Konstitusi dalam konteks KPU pasti ditindaklanjuti,” ujar Afifuddin.
Ia melanjutkan, KPU sebagai penyelenggara pemilu mengacu kepada undang-undang sebagai payung hukum.
Adapun soal tindak lanjut Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan pemilu nasional dan daerah, tentu harus diatur terlebih dahulu dalam undang-undang terkait.
“KPU ini ada di ruang yang dia harus menjalankan aturan undang-undang. Nah di dalam Putusan 135, dia harus juga kemudian diturunkan menjadi undang-undang. Apalagi revisi undang-undang sudah mulai dibahas sejatinya,” ujar Afifuddin.
“Jadi apapun yang nanti yang termaktub dalam revisi undang-undang, itu yang akan dijalankan oleh KPU,” sambungnya.
Pakar hukum tata negara sekaligus dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini menjelaskan, setidaknya ada lima undang-undang yang harus direvisi akibat Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024, yang memisahkan pemilu nasional dan daerah mulai 2029.
Kelima undang-undang tersebut adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
“Maka ada sejumlah undang-undang yang ikut terdampak, yang memerlukan penyelarasan, penyesuaian, dan juga penataan pasca putusan MK 135 tentang pemisahan pemilu,” ujar Titi dalam diskusi daring bertajuk Ngoprek: Tindak Lanjut Putusan MK Terkait Penyelenggaraan Pemilu Anggota DPRD, Minggu (27/7/2025).
Ia menjelaskan bahwa revisi UU Pemilu harus disegerakan, apalagi undang-undang tersebut belum lagi diubah sejak Pemilu 2019 dan kini membutuhkan penyesuaian.
“Pertama ya tentu saja harus segerakan pembahasan RUU Pemilu. Karena putusan MK itu bukan obat bagi semua persoalan pemilu kita,” ujar Titi.
Titi menegaskan, putusan MK yang memisahkan pemilu nasional dan daerah mulai 2029 bersifat final dan mengikat.
Oleh karena itu, penghormatan terhadap putusan tersebut serta komitmen mengawal implementasinya merupakan bagian penting dari konsolidasi demokrasi dan kepastian hukum pemilu.
“Penghormatan terhadap putusan MK dan terus mengawal MK supaya independen begitu ya, itu menjadi satu kewajiban yang melekat juga pada kita,” ujar Titi.

Berkomentarlah dengan baik dan bijak menggunakan facebook