Papuaekspose.com – Rektor Universitas Paramadina sekaligus pengamat ekonomi nasional Didik J. Rachbini, berpendapat bahwa wacana dari kalangan politikus yang akan melakukan pengambilalihan paksa saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) atau BCA dianggap sangat berbahaya serta berisiko merusak sistem keuangan dan kepercayaan investor.

Ia menilai ide hostile take over itu tidak rasional dan dapat merusak sistem perbankan nasional yang sudah bertransformasi setelah proses panjang restrukturisasi.

“Kondisi perbankan sebenarnya sudah bertransformasi cukup kuat. Ini merupakan kebijakan sistem keuangan dan perbankan pascareformasi,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (23/8/2025).

Didik mengingatkan kembali soal krisis 1998 yang menghancurkan sektor perbankan nasional. Namun setelah restrukturisasi, perbankan nasional kini lebih tangguh menghadapi krisis ataupun saat diterpa pandemi Covid-19.

Didik menilai usulan pengambilalihan paksa PT Bank Central Asia Tbk. (BCA) oleh negara tidak wajar di tengah kondisi perbankan yang makin solid. Dia menyatakan bahwa ide liar itu justru akan membuat kepercayaan pasar terhadap BCA runtuh.

“Jika ini dilakukan (pengambilalihan paksa), maka kepercayaan pasar akan runtuh. Saham BCA dipercaya publik karena pengelolaannya baik dan mutlak harus transparan karena merupakan bank publik,” kata Didik.

Dia menambahkan bahwa kinerja BCA maupun Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) harus dipandang sebagai pencapaian penting dalam menopang perekonomian nasional. Kontribusinya tecermin dari laju pertumbuhan kredit, dorongan bagi dunia usaha, hingga pembayaran pajak.

Sementara itu, sebelumnya, Chief Executive Officer (CEO) Danantara Indonesia, Rosan Perkasa Roeslani, menepis isu terkait akuisisi mayoritas saham BCA oleh lembaga pengelola investasi tersebut.

Rosan yang juga menjabat sebagai Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) itu memastikan bahwa saat ini tidak ada agenda dari Danantara untuk pengambilalihan paksa dan mengambil alih kendali BCA.

“Enggak ada,” ujarnya singkat usai menghadiri rapat tertutup dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/8/2025).

Saat dimintai konfirmasi terkait kemungkinan pembicaraan awal mengenai isu ini, Rosan memilih tak berkomentar lebih jauh dan meninggalkan wartawan.

Sebelumnya, beredar isu yang menyebutkan supaya negara melalui Danantara mengambil alih saham BCA. Rumor ini dikaitkan dengan skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada Krisis Moneter 1998.

Kala itu, BCA meraih kucuran dana BLBI setelah menghadapi bank rush, sebelum berlanjut pada proses divestasi yang dinilai sebagian pihak sarat masalah.

Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB, Tommy Kurniawan, meminta semua pihak tidak melontarkan pernyataan yang hanya memicu kegaduhan dan memperburuk iklim investasi di tengah ketidakpastian global.

“Iklim investasi sedang bagus di tengah situasi global yang serba tidak pasti. Karena itu, kita wajib menjaganya dan jangan sampai ada pernyataan yang menimbulkan kegaduhan, terutama terkait sektor perbankan,” ujar Tommy.

Di lantai Bursa Efek Indonesia (BEI), saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) kini berada di level Rp8.450 per saham. Harga itu mencerminkan pelemahan sebesar 12,66% sejak awal tahun atau year to date, serta terkoreksi 3,70% dalam sepekan terakhir.

Berkomentarlah dengan baik dan bijak menggunakan facebook