Papuaekspose.com – Dinamika internal di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kembali menjadi sorotan publik. Hal ini menyusul beredarnya risalah Rapat Harian Syuriyah yang secara resmi meminta Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), untuk mengundurkan diri. Jika tidak, ia terancam diberhentikan atau dimakzulkan sebelum masa baktinya usai.

Pemakzulan sendiri merupakan proses formal untuk memberhentikan seorang pemimpin organisasi atau pejabat publik dari jabatannya karena alasan tertentu, seperti pelanggaran aturan, etika, atau ketidakmampuan.

Poin Krusial Risalah Syuriyah dan Alasan Pemakzulan

Dokumen risalah Rapat Harian Syuriyah PBNU, yang digelar di Hotel Aston City Jakarta pada Kamis (20/11/2025) dan ditandatangani langsung oleh Rais Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar, memberikan tenggat waktu tiga hari bagi Gus Yahya untuk mundur.

Terdapat dua sorotan utama yang menjadi alasan Syuriyah PBNU meminta Gus Yahya mundur:

  1. Isu Keterkaitan dengan Jaringan Zionisme Internasional: Syuriyah keberatan dengan pengundangan narasumber dalam kegiatan Akademi Kepemimpinan Nasional Nahdlatul Ulama (AKN NU) yang diduga memiliki kaitan dengan jaringan tersebut. Tindakan ini dinilai bertentangan dengan Maqashidul Qanun Asasi NU dan arah perjuangan organisasi dalam membela kemanusiaan.

  2. Pelanggaran Aturan Organisasi: Kegiatan AKN NU dianggap tidak memenuhi ketentuan Peraturan Perkumpulan NU Nomor 13 Tahun 2025, khususnya terkait prosedur pemberhentian dan penggantian fungsionaris.

Sikap Gus Yahya: Tolak Mundur dan Pertanyakan Legalitas

Menyikapi isu yang memanas ini, PBNU kemudian menggelar rapat koordinasi tertutup dengan Pengurus Wilayah NU (PWNU) se-Indonesia di Hotel Novotel Samator Surabaya pada Sabtu malam (22/11/2025).

Dalam kesempatan itu, Gus Yahya menegaskan sikapnya untuk tidak akan mundur dari jabatannya.

  • Mandat Muktamar: Ia berpegangan pada mandat yang diperoleh secara sah melalui Muktamar ke-34 di Lampung pada tahun 2021 dan berhak menuntaskan masa khidmatnya selama lima tahun hingga 2027.

  • Legalitas Dokumen: Gus Yahya juga menyatakan belum menerima dokumen resmi yang sah karena salinan risalah yang beredar dinilai belum memenuhi standar formal organisasi lantaran tidak dilengkapi tanda tangan digital yang dapat dipertanggungjawabkan.

  • Wewenang Organisasi: Secara AD/ART NU, ia menilai rapat harian Syuriyah tidak memiliki kewenangan untuk memberhentikan Ketua Umum, sehingga pernyataan pemberhentian tersebut dinilainya tidak sah.

Gus Yahya mempersilakan PWNU untuk berkoordinasi secara independen dalam menyikapi dinamika ini, namun ia menekankan pentingnya penyelesaian konflik internal secara damai demi kemaslahatan umat dan bangsa.

“Saya sama sekali tidak terbesit pikiran untuk mundur. Saya mendapat mandat 5 tahun dan akan saya jalani selama 5 tahun, Insya Allah saya sanggup,” tegas Gus Yahya.

Ia pun optimistis bahwa konflik internal PBNU akan segera menemukan jalan keluar yang baik.

Berkomentarlah dengan baik dan bijak menggunakan facebook