Papuaekspose.com – Ditetapkannya Dahlan Iskan sebagai tersangka dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan penggelapan atas laporan Rudy Ahmad Syafei Harahap pada 13 September 2024, membuat Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) angkat bicara.

Polisi telah melakukan gelar perkara pada 2 Juli 2025 yang menghasilkan rekomendasi penetapan tersangka terhadap Dahlan Iskan.

“Saudara Dahlan Iskan ditingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka,” tulis dokumen yang ditandatangani Kepala Sub Direktorat I Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Timur Ajun Komisaris Besar Arief Vidy, Senin, 7 Juli 2025.

Selain Dahlan, Polda Jawa Timur juga menetapkan mantan Direktur Jawa Pos Nany Wijaya sebagai tersangka. Penyidik akan memanggil dua tersangka ini untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut serta menyita sejumlah barang bukti yang berkaitan dengan perkara.

Secara rinci, Dahlan diduga melakukan melanggar Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan atau pasal 374 KUHP juncto Pasal 372 KUHP juncto Pasal 55 KUHP tentang tindak pidana pemalsuan surat dan atau penggelapan dalam jabatan juncto penggelapan dan atau pencucian uang.

Atas kejadian itu Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendesak Inspektorat Pengawasan Daerah (Itwasda) Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda Jawa Timur melakukan pemeriksaan terhadap prosedur penetapan Dahlan Iskan sebagai tersangka kasus penggelapan.

Komisioner Kompolnas Choirul Anam mengatakan Itwasda dan Bidpropam Polda Jawa Timur perlu mengecek mekanisme dan tata kelola internal Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Timur yang tidak transparan dalam menetapkan status tersangka.

“Bagaimana bisa muncul dua surat dengan nomor yang sama, dengan tanggal yang sama, tapi substansinya berbeda,” kata Anam melansir Tempo.co, Jumat (11/7/2025).

Menurut Anam, untuk menetapkan suatu peristiwa sebagai peristiwa pidana perlu prosedur yang jelas termasuk adanya gelar perkara. Pasalnya, terdapat dua surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan dengan nomor yang sama namun menetapkan tersangka yang berbeda. Surat itu terbit pada Senin, 7 Juli 2025.

Versi pertama mencantumkan dua tersangka yakni eks Direktur Jawa Pos Nany Widjaja dan eks Direktur Utama Jawa Pos Dahlan Iskan. Sementara di surat kedua hanya ada nama Nany Widjaja.

“Jadi Dirreskrimum (Direktur Reserse Kriminal Umum) juga harus bisa menjelaskan karena ini persoalan serius. Pemidanaan ini konsekuensinya panjang,” katanya.

Sementara Kuasa hukum Dahlan Iskan, Johanes Dipa, mengatakan pihaknya tidak diundang dalam gelar perkara yang dilakukan oleh Polda Jawa Timur. Menurut Johanes, kliennya pun tidak tahu jika sudah ditetapkan sebagai tersangka dugaan penggelapan.

“Kami justru baru tahu ini ada penetapan tersangka. Saat gelar perkara juga tidak diundang,” katanya pada Selasa, (8/7/2025).

Johanes mengatakan pihaknya telah meminta kepada penyidik agar perkara ini ditangguhkan terlebih dahulu. Pasalnya, masih ada sengketa keperdataan yang juga sedang dijalani oleh Dahlan Iskan.

Berkomentarlah dengan baik dan bijak menggunakan facebook