Papuaekspose.com – Ironis aparat penegak hukum di Indonesia seolah tak ada hentinya melawak dalam menegakkan keadilan. Betapa tidak terbaru aparat penegak hukum khususnya kepolisian menangkap 5 orang pelaku pemain judi online (judol) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang disebut sudah merugikan bandar judi online.

Dirasa ada kejanggalan, Anggota Komisi III DPR RI Sarifuddin Sudding menilai penangkapan 5 orang pelaku tersebut ganjil luar biasa karena seharusnya kasus itu menjadi pintu masuk bagi polisi untuk memburu bandar judol. “Ada keganjilan yang tidak bisa diabaikan,” ujar Sudding dalam keterangan tertulisnya, Jumat (8/8/2025).

Menurut Sudding, langkah Polda DIY yang bergerak cepat menangkap para pelaku justru menimbulkan tanda tanya publik. Sebab, bandar judi online yang disebut-sebut dirugikan oleh kelima pemain tersebut justru tak tersentuh.

“Seharusnya yang disikat polisi, ya bandarnya, dan kasus ini pintu masuknya. Kalau yang melapor bandarnya, kenapa polisi enggak tangkap? Dan kalaupun bukan, kenapa polisi tak tangkap bandarnya?” kata Sudding.

Sudding menilai kasus ini menjadi ironis karena aparat begitu sigap menindak warga yang merugikan situs judi online, tetapi lambat menangkap bandar yang jelas-jelas merugikan masyarakat.

“Polisi bergerak cepat menangkap warga yang disebut merugikan situs judi online, namun keberadaan bandar yang jelas-jelas merupakan pelaku utama justru tak tersentuh. Ini seperti membiarkan akar kejahatan tetap tumbuh dan hanya memangkas rantingnya. Kan ironis,” kata Sudding.

Dia mengingatkan, aparat penegak hukum tidak boleh diskriminatif dalam menangani kasus judi online yang berdampak buruk terhadap kehidupan masyarakat.

Oleh karena itu, Sudding mendesak Polda DIY bersikap profesional, transparan, dan akuntabel.

Dia juga meminta polisi membuka ke publik siapa aktor besar di balik operasi situs judi online tersebut.

“Jangan sampai penegakan hukum ini digunakan untuk mengamankan kepentingan para bandar,” tegas Sudding.

Sudding menegaskan, Komisi III DPR akan melakukan supervisi ketat terhadap aparat penegak hukum, termasuk dalam penanganan kasus-kasus judi online, untuk memastikan hukum ditegakkan demi kepentingan masyarakat.

Sebelumnya, Polda DIY menangkap lima orang yang diduga mengakali sistem di situs judol hingga merugikan bandar.

Mereka adalah RDS (32), EN (31), dan DA (22) warga Bantul, NF (25) warga Kebumen, serta PA (24) warga Magelang.

Pengungkapan kasus ini dilakukan lewat penggerebekan di sebuah rumah di Banguntapan, Bantul, pada Kamis (10/7/2025).

RDS disebut sebagai koordinator, sedangkan empat lainnya bertindak sebagai operator.

Para tersangka memanfaatkan celah pada promo situs judi online dengan memainkan hingga 10 akun per perangkat komputer setiap hari.

Aksi ini dilakukan selama setahun di Yogyakarta dengan keuntungan mencapai Rp 50 juta per bulan untuk RDS, sementara empat operator dibayar Rp 1,5 juta per minggu.

Polisi mengeklaim bahwa kasus ini diungkap berdasarkan laporan masyarakat.

Namun, publik mempertanyakan siapa pelapor tersebut dan menduga laporan datang dari pihak bandar yang merasa dirugikan.

Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda DIY, AKBP Saprodin, menegaskan pihaknya tidak pernah menerima “titipan” dari bandar judi online dalam penanganan kasus tersebut.

“Yang jelas, kami tidak ada istilah korporasi atau titipan bandar. Nik (kalau) saya kena (main judol), harus ditangkap. Tidak ada satu pun bandar yang kenal saya. (Laporan) bukan dari bandar,” kata Saprodin, Kamis (7/8/2025).

Kasubdit V/Siber Ditreskrimsus Polda DIY, AKBP Slamet Riyanto, menjelaskan informasi terkait aktivitas para pelaku berasal dari masyarakat sekitar lokasi kejadian.

“Informasi awal berasal dari warga yang melihat dan mendengar ada aktivitas mencurigakan dari para pelaku. Informasi itu kami kembangkan bersama intelijen dan ditindaklanjuti secara profesional,” tutur Slamet, Rabu (6/8/2025) malam.

Sumber : Kompas.com

Berkomentarlah dengan baik dan bijak menggunakan facebook