Papuaekspose.com – Kegamangan pemerintah soal kenaikan PPN 12 persen yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025 pada barang mewah tertentu seharusnya tidak membebani masyarakat luas. Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, mengungkapkan kritik terhadap cara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam mengimplementasikan kenaikan PPN tersebut.

“Presiden Prabowo Subianto telah memutuskan bahwa kenaikan tarif PPN hanya dikenakan kepada barang mewah tertentu yang selama ini dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM),” kata Misbakhun, Jumat (3/1/2025).

Menurutnya bahwa untuk barang dan jasa di luar kriteria barang mewah tertentu, tarif PPN tetap berlaku 11 persen.

Namun, Misbakhun menyayangkan langkah yang diambil Kemenkeu dalam melaksanakan perintah Presiden tersebut.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024 yang mengatur pengimplementasian kenaikan tarif PPN, dia menilai terdapat kerancuan dalam penerapannya.

“Aturan pelaksanaannya di PMK sangat membingungkan dan menimbulkan kerancuan dalam penerapannya,” ungkap Ketua Komisi XI DPR RI ini.

Dalam PMK tersebut, tarif PPN untuk barang dan jasa mewah maupun non-mewah tetap naik menjadi 12 persen.

Namun, untuk barang dan jasa non-mewah, pemerintah menerapkan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Nilai Lain 11/12, sehingga tarif efektif PPN barang dan jasa non-mewah tetap 11 persen.

Misbakhun juga mengkritik penggunaan DPP nilai lain 11/12, yang menurutnya menciptakan penafsiran bahwa Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) tidak dapat menerapkan tarif PPN dengan multi tarif.

“Padahal, dalam Pasal 7 UU HPP tidak ada larangan soal multi tarif PPN,” tegasnya.

Lebih lanjut, Misbakhun menyoroti masa transisi kenaikan tarif PPN untuk barang mewah yang berlaku dari 1 hingga 31 Januari 2025.

Selama periode ini, tarif efektif PPN barang mewah tetap sebesar 11 persen.

“Dengan aturan teknis penerapan PPN 12 persen yang rumit itu, masyarakat dan pelaku usaha akan kebingungan,” ujarnya.

Dia juga menambahkan bahwa pengumuman tarif PPN yang tidak naik dilakukan pemerintah pada detik-detik terakhir, yaitu pada 31 Desember 2024.

Hal ini menyebabkan para pengusaha hanya memiliki waktu yang sangat sedikit untuk mempersiapkan perubahan dalam sistem mereka.

Akibatnya, beberapa perusahaan retail dan penyedia layanan digital, seperti Google dan Apple, telah memungut PPN 12 persen kepada masyarakat, meskipun barang dan layanan yang diberikan seharusnya tidak terpengaruh oleh kenaikan PPN tersebut.

“Peraturan ini menimbulkan keresahan di masyarakat,” kata Misbakhun.

Dia menekankan bahwa Kemenkeu seharusnya membuat peraturan dengan bahasa yang lebih sederhana dan tidak menimbulkan multi tafsir.