Konflik Kekerasan di Papua Tengah, Yorrys Raweyai Sebut Masyarakat Hidup dalam Ketakutan dan Kekhawatiran
Papuaekspose.com – Eskalasi konflik kekerasan antara aparat keamanan dengan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) yang semakin meningkat di wilayah Papua Tengah belakangan ini berdampak pada situasi sosial kemasyarakatan yang tidak kondusif.
Wakil Ketua DPD RI, Yorrys Raweyai merespons hal itu dengan mengatakan konflik kekerasan bersenjata di Kabupaten Puncak, Puncak Jaya, Intan Jaya, Paniyai, dan Dogiyai, menyebabkan masyarakat berada dalam ketakutan.
“Fasilitas-fasilitas publik, seperti sekolah dan rumah sakit pun cenderung lumpuh,” kata Yorrys Raweyai dalam keterangannya, Kamis (5/6/2025).
Anggota DPD RI Dapil Papua Tengah ini menuturkan, akibat konflik kekerasan tersebut masyarakat hidup dalam ketakutan dan kekhawatiran. Mereka tidak hanya takut akan kehilangan nyawa, tapi juga masa depan yang tidak menentu anak-anak mereka.
“Karena takut anak-anak yang sulit memperoleh pendidikan dan pembelajaran di tengah bising suara senjata tajam yang bersahutan,” katanya.
Yorrys Raweyai menegaskan konflik kekerasan di Papua Tengah adalah akumulasi dari berbagai persoalan yang sudah berlangsung sekian lama.
Indeks pembangunan manusia (IPM) dan angka harapan hidup yang masih rendah, tingkat kesejahteraan yang masih minim, kualitas pendidikan dan kesehatan yang memprihatinkan.
Hal ini tidak sebanding dengan potensi sumber daya alam yang berlimpah, dan anggaran besar yang seharusnya berdampak besar bagi masyarakat Papua.
“Secara umum, banyak persoalan yang masih menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi Papua pasca pemekaran. Pemerataan kesejahteraan, pemenuhan rasa keadilan bagi masyarakat Papua yang selama ini tidak merasakan kesamaan hidup di wilayah NKRI, adalah persoalan akut yang memerlukan solusi cepat,” tegas Yorrys.
Menurut Ketua MPR For Papua itu, pemekaran daerah di Tanah Papua seharusnya menjadi solusi efektif untuk membuka isolasi dalam rangka membangun peradaban. Bukan menimbulkan masalah baru dan beban bagi masa depan Papua.
Yorrys juga menyoroti pola pendekatan keamanan yang dilakukan oleh pemerintah pusat yang dianggap perlu melibatkan pertimbangan dari pemerintah daerah dan elemen masyarakat Papua Tengah.
“Penambahan aparat non-organik seharusnya berdasarkan pertimbangan masyarakat dan pemerintah daerah, sebab mereka lah yang paling mengerti kondisi dan kebutuhan masyarakat,” ujar Yorrys.
Atas dasar itu, Yorrys berharap seluruh unsur pemerintahan daerah bekerja sama, bersinergi dan berkolaborasi dalam menangani masalah Papua Tengah. Yorrys juga berharap atas dasar kolaborasi tersebut, unsur pemerintahan daerah dapat memberikan masukan yang terbaik bagi pemerintah pusat.
Yorrys juga menekankan pentingnya mengakselerasi kebijakan pendidikan dan kesehatan yang terjangkau bagi masyarakat Papua.
Meski demikian, kebijakan tersebut harus dibarengi dengan peraturan daerah (Perdasi dan Perdasus) sebagai turunan dari UU Otonomi Khusus.
Dukungan sumber daya alam dan anggaran yang begitu besar, masa depan kesejahteraan di bidang pendidikan dan kesehatan bukan hal yang mustahil untuk diwujudkan.
“Melalui Perdasi dan Perdasus dan sinergi visi dan misi seluruh unsur pemerintahan daerah Papua Tengah, akan malahirkan kebijakan yang terbaik bagi masyarakat Papua Tengah di bidang pendidikan dan kesehatan,” pungkas Yorrys.
Adapun, Yoryys melakukan kunjungan reses DPD RI Masa Sidang V di Nabire, Papua Tengah pada tanggal 2-6 Juni 2025. Yorrys menyerap aspirasi berbagai kalangan yang terdiri dari Pemerintah Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Papua Tengah (DPRPT) dan Majelis Rakyat Papua (MRP), Kapolda Papua Tengah, Kepala BIN serta Danrem 173.
Berkomentarlah dengan baik dan bijak menggunakan facebook