Legislator DPR RI Minta Aparat Jangan Represif Terhadap Poster Kritik Gibran
Papuaekspose.com – Poster bertuliskan “omon-omon 19 juta lapangan kerja?” yang dibentangkan tiga mahasiswa Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) saat kunjungan Wapres Gibran ke Blitar pada 18 Juni 2025 lalu, menjadi sorotan Anggota Legislator DPR RI Komisi III, Abdullah.
Legislator DPR RI menyentil sikap aparat keamanan dalam menanggapi aksi damai tiga mahasiswa ketika membentangkan poster tersebut karena mendapatkan tindakan represif usai membentangkan poster ketika iring-iringan Gibran lewat.
Abdullah meminta aparat keamanan tidak bereaksi berlebihan atau bertindak represif dalam menghadapi mahasiswa. Apalagi tiga mahasiswa itu tidak memuat unsur kekerasan, ujaran kebencian, atau tindakan yang mengancam keselamatan pejabat negara.
“Penangkapan mahasiswa karena membawa poster bertuliskan pertanyaan atau kritik terhadap Wakil Presiden, apapun narasinya, adalah bentuk reaksi yang berlebihan,” ujar Legislator DPR RI Abdullah di dalam keterangan tertulis dan dikutip pada Senin (23/6/2025).
Legislator DPR RI dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengatakan sikap reaktif aparat yang berlebihan malah dapat menciptakan iklim ketakutan terhadap kebebasan berekspresi di Tanah Air.
“Aparat jangan-lah over reaction, apalagi sampai represif seperti itu dalam menyikapi bentuk aspirasi publik yang dilindungi dalam konstitusi kita,” bebernya.
Lebih lanjut, Legislator DPR RI Abdullah menilai penghadangan terhadap mahasiswa itu tidak sesuai konstitusi. Sebab, warga negara punya hak konstitusional untuk bebas menyampaikan pendapat yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945.
“Pasal 28E Ayat (3) UUD 1945 menyatakan setiap orang berhak atas kebebasan menyampaikan pendapat. Aksi mahasiswa yang membentangkan poster kritik terhadap kebijakan publik jelas merupakan ekspresi damai, bukan ancaman keamanan,” ujar Abdullah.
Meski akhirnya ketiga mahasiswa itu dibebaskan, Legislator DPR RI ini menilai kritik terhadap pejabat tertinggi bukanlah tindakan kriminal. Itu merupakan bagian dari partisipasi publik yang seharusnya dilindungi.
Legislator DPR RI dari Dapil Jawa Timur VI itu pun menilai sikap aparat tersebut tidak dapat dibenarkan secara demokratis.
“Maka tindakan pengamanan yang berujung pada penahanan selama berjam-jam adalah bentuk pembatasan kebebasan sipil yang tidak dapat dibenarkan secara demokratis,” tutur dia.
Abdullah juga menyoroti tindakan aparat yang membawa mahasiswa ke suatu tempat tertutup selama kurang lebih empat jam tanpa proses hukum dan kejelasan status. Menurut dia, tindakan polisi ini berpotensi melanggar prinsip-prinsip due process of law dan membuka ruang bagi penyalahgunaan wewenang.
“Aparat sebagai perwakilan negara dalam kasus ini, seharusnya hadir sebagai pelindung ruang demokrasi, bukan pengendali narasi tunggal kekuasaan,” kata Abdullah.
Ia menambahkan pengamanan terhadap pejabat tinggi negara memang penting. Namun, jangan dijadikan alasan pengamanan untuk meredam aspirasi masyarakat secara sewenang-wenang.
Berkomentarlah dengan baik dan bijak menggunakan facebook