Mendagri Tito Karnavian Minta Para Gubernur se-Indonesia Terhadap Kebijakan Purbaya Atas Pemotongan TKD
Papuaekspose.com – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Jenderal (Purn) Tito Karnavian mengimbau seluruh kepala daerah agar tidak terburu-buru bereaksi, dan terlebih dahulu melakukan perhitungan cermat atau exercise sebelum menyimpulkan bahwa anggaran daerah benar-benar berkurang.
Hal itu terjadi pasca sejumlah gubernur dari berbagai penjuru Tanah Air berbondong-bondong mendatangi kantor Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa melayangkan protes keras terhadap kebijakan pemotongan Transfer ke Daerah (TKD) yang dinilai memberatkan daerah.
“Lakukan exercise dulu. Jangan hanya melihat angka, lalu membandingkan dengan tahun ini dan langsung merasa kekurangan. Coba hitung dan evaluasi dulu, di mana letak efisiensinya,” ujar Mendagri Tito di Hotel Pullman, Jakarta Barat, Kamis (9/10/2025).
Pernyataan itu menjadi pesan penting di tengah ketegangan antara pemerintah pusat dan daerah. Mendagri Tito menegaskan, sebelum mengeluhkan kekurangan anggaran, para gubernur seharusnya meninjau kembali belanja daerahnya.
Ia menyebut banyak ruang efisiensi yang bisa dilakukan, terutama pada pos-pos pengeluaran yang selama ini kerap membengkak, seperti anggaran perjalanan dinas, rapat, hingga konsumsi berlebihan.
“Potong dulu yang bisa dipotong,” katanya, menegaskan.
Bagi Mendagri Tito, efisiensi bukan sekadar penghematan, tetapi bentuk tanggung jawab dalam mengelola uang rakyat.
Tak berhenti di situ, Mendagri juga mendorong para kepala daerah untuk berinovasi mencari sumber pendapatan baru, terutama dengan menggerakkan sektor ekonomi mikro.
Ia mencontohkan langkah Sri Sultan Hamengkubuwono X di Yogyakarta yang berhasil menjaga keberlangsungan UMKM saat masa pandemi COVID-19.
“UMKM-nya tetap hidup, masih bisa bertahan, bahkan pertumbuhannya positif,” ujar Tito memberi contoh konkret.
Ia juga menyoroti adanya “kebocoran” penerimaan pajak di sejumlah daerah, seperti pajak restoran yang tak seluruhnya disetorkan ke dinas pendapatan.
“Masih ada potensi besar di sana yang belum digali,” tambahnya.
Dalam arahannya, Tito menekankan bahwa pemangkasan TKD bukan alasan untuk menyerah atau menuding pemerintah pusat.
Ia meminta setiap gubernur untuk melakukan simulasi lengkap, menghitung kebutuhan belanja pegawai, pendidikan, kesehatan, hingga fasilitas publik.
Tito menegaskan, Dana BOS dan Dana Alokasi Khusus (DAK) non-fisik untuk sekolah dan fasilitas kesehatan tidak dipangkas.
“Kalau setelah dihitung benar-benar bermasalah, baru sampaikan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Tito mengingatkan bahwa pemangkasan anggaran sejatinya bukan hal baru bagi kementerian atau lembaga pemerintah pusat.
Ia mencontohkan Kemendagri sendiri pernah mengalami pemotongan hingga 50 persen anggaran, namun tetap mampu menjalankan roda pemerintahan.
“Kita tetap bekerja, bahkan di masa COVID saat hanya 25 persen pegawai bekerja di kantor, semuanya bisa berjalan. Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari situ,” paparnya.
Menurut Tito, kunci menghadapi situasi fiskal sulit adalah adaptasi dan optimisme, bukan kepanikan.
Sebelumnya, pada Selasa (7/10/2025), sejumlah gubernur mendatangi kantor Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pemangkasan TKD.
Pertemuan itu diinisiasi oleh Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI). Meskipun pemerintah pusat menambah alokasi TKD dalam APBN 2026 sebesar Rp 43 triliun dari Rp 649,99 triliun menjadi Rp 693 triliun angka tersebut masih jauh lebih kecil dibandingkan APBN 2025 yang mencapai Rp 919,87 triliun.
Kondisi inilah yang membuat para kepala daerah mengeluhkan potensi gangguan terhadap pembangunan dan pembiayaan pegawai.
Di antara mereka yang hadir, terdapat Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution, Gubernur Aceh Muzakir Manaf, serta Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda yang menjadi juru bicara dalam pertemuan itu.
Sherly dengan nada tegas menyampaikan bahwa seluruh pemerintah daerah sepakat menolak pemotongan TKD, karena dampaknya dinilai terlalu besar.
“Semua tidak setuju, karena ada beban PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) yang besar, dan ada janji pembangunan jalan serta jembatan yang menuntut realisasi,” ujarnya, dikutip dari Kompas.com (8/10/2025).
Sherly menambahkan, pemotongan hampir 20–30 persen di sebagian besar provinsi, bahkan 60–70 persen di Jawa Tengah, menjadi beban yang sulit ditanggung.
“Kalau transfernya dikurangi, daerah mau tidak mau harus memangkas program lain. Padahal masyarakat menunggu janji-janji pembangunan,” tuturnya dengan nada prihatin.
Situasi ini menandai ketegangan baru antara pusat dan daerah, menguji sejauh mana koordinasi dan kebijakan fiskal nasional dapat berjalan harmonis di tengah tekanan ekonomi.
Namun di balik segala kritik dan keresahan itu, suara Tito Karnavian menjadi pengingat penting: bahwa krisis fiskal tidak akan diselesaikan dengan keluhan, melainkan dengan keteguhan, inovasi, dan perhitungan matang.
“Jangan pesimis dulu. Jangan langsung resisten. Banyak cara agar kita bisa bertahan dan tetap membangun,” pungkasnya, menutup pesannya dengan nada penuh optimisme di tengah gelombang protes yang belum juga reda.
Berkomentarlah dengan baik dan bijak menggunakan facebook