Papuaekspose.com – Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengusulkan agar sidang isbat penetapan Idul Fitri bulan depan tidak perlu digelar karena diyakini tak ada perbedaan 1 Syawal 1445 H dengan pemerintah, yaitu sama-sama 10 April 2024. Dengan demikian, akan hemat anggaran.

Namun, Kemenag sebagai kementerian negara yang bertugas menggelar sidang isbat punya pendapat lain.

Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Urais-Binsyar) Ditjen Bimas Islam, Adib, menjelaskan sidang isbat penting dilakukan karena Indonesia bukan negara agama, bukan juga negara sekuler. Indonesia tidak bisa menyerahkan urusan agama sepenuhnya kepada orang per orang atau golongan.

Sidang isbat penting dilakukan karena ada banyak organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam di Indonesia yang juga memiliki metode dan standar masing-masing dalam penetapan awal bulan Hijriyah.

Tidak jarang pandangan satu dengan lainnya berbeda, seiring dengan adanya perbedaan mazhab serta metode yang digunakan. Sidang isbat menjadi forum, wadah, sekaligus mekanisme pengambilan keputusan.

“Sidang isbat dibutuhkan sebagai forum bersama mengambil keputusan. Ini diperlukan sebagai bentuk kehadiran negara dalam memberikan acuan bagi umat Islam untuk mengawali puasa Ramadan dan berlebaran,” ujar Adib dikutip dari situs Kemenag, Sabtu (9/4).

Adib menjelaskan, dalam prosesnya, sidang isbat menjadi forum musyawarah para ulama, pakar astronomi, ahli ilmu falak dari berbagai ormas Islam, termasuk instansi terkait dalam menentukan awal bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah.

Sidang ini dihadiri juga duta besar negara sahabat, Ketua Komisi VIII DPR RI, perwakilan Mahkamah Agung, perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI), perwakilan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

Juga ada perwakilan Badan Informasi Geospasial (BIG), perwakilan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), perwakilan Bosscha Institut Teknologi Bandung (ITB), perwakilan Planetarium Jakarta, pakar falak dari ormas-ormas Islam, anggota Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama, dan pimpinan ormas Islam dan pondok -pesantren.

Pemerintah sebagai Fasilitator

Sidang Isbat penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah, kata Adib, bukan hanya dilakukan Indonesia saja. Negara-negara Arab juga melakukan isbat setelah mendapatkan laporan rukyat dari lembaga resmi pemerintah atau perseorangan yang sudah terverifikasi dan dinyatakan sah oleh Majelis Hakim Tinggi.

Bedanya, Indonesia menggunakan mekanisme musyawarah dengan seluruh peserta sidang isbat.

“Inilah yang menjadi nilai lebih bahwa keputusan diambil bersama, nilai-nilai demokrasi sangat tampak dengan kehadiran seluruh ormas yang hadir pada saat sidang isbat,” kata Adib.

Adib menegaskan bahwa peran pemerintah dalam proses sidang isbat adalah fasilitator ormas Islam dan para pihak untuk bermusyawarah. Hasil sidang isbat kemudian diterbitkan dalam bentuk Keputusan Menteri Agama agar mempunyai kekuatan hukum yang dapat dipedomani masyarakat.

“Sidang isbat mengingatkan kita semua akan pentingnya menyatukan langkah dalam menjalankan ibadah dan memperkuat hubungan bersama dengan Allah, dengan tetap mengedepankan toleransi dan sikap saling menghormati atas beragam keputusan yang ada,” jelas Adib.

Respon Ketum PBNU, Yahya Cholil Staquf

Ketum PBNU, Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, menanggapi usulan Muhammadiyah yang mengusulkan sidang Isbat untuk menentukan Idul Fitri 1 Syawal 1445 H ditiadakan.

Gus Yahya menyebut bahwa sidang Isbat sudah menjadi aturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Sehingga, untuk menghapusnya perlu proses yang panjang.

“Sidang isbat itu sudah menjadi aturan, jadi ketentuan pemerintah, sehingga untuk menghapus itu membutuhkan proses panjang. Tidak bisa tiba-tiba lalu misalnya Menteri Agama tiba-tiba bilang tahun ini enggak ada sidang isbat. Tentu kami juga akan protes juga karena ini sudah menjadi aturan,” kata Gus Yahya di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Sabtu (9/3).

Gus Yahya menjelaskan, sidang Isbat diselenggarakan untuk menciptakan harmoni di tengah masyarakat dalam melaksanakan ibadah puasa serta Idul Fitri. Bahkan, menurutnya, sidang Isbat pertama kali diusulkan oleh Muhammadiyah.

“Setahu saya bahkan dulu yang mengusulkan sidang isbat itu sendiri adalah dari Muhammadiyah,” ucap dia.

“Saya enggak tahu apa karena yang mengusul sidang isbat itu Muhammadiyah, supaya ada sidang isbat, lalu sekarang mengusulkan untuk tidak ada,” lanjutnya.

Meski demikian, Gus Yahya mengungkapkan, PBNU tak ambil pusing atas usulan tersebut. Penentuan 1 Ramadan maupun Idul Fitri, menurut dia, tetap akan dihitung berdasarkan rukyah hilal.

PBNU pun, lanjutnya, akan tetap mengikuti hasil sidang Isbat yang diselenggarakan oleh pemerintah.

“Para kiai NU itu bahkan mengatakan tidak boleh mengumumkan pandangan yang berbeda dari pemerintah kalau sudah ada penetapan sidang isbat dari pemerintah,” katanya.

PP Muhammadiyah telah menetapkan awal puasa 1 Ramadan 1445 H jatuh pada hari Senin, 11 Maret 2024 dan Idul Fitri 1 Syawal 1445 H jatuh pada Rabu, 10 April 2024.

Kemenag baru akan mengadakan sidang isbat menentukan awal Ramadan pada 10 Maret. Awal puasa Muhammadiyah diperkirakan akan berbeda dengan penetapan pemerintah.

Namun, juga diperkirakan jatuhnya Idul Fitri akan pada hari yang sama. Karena itu, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengusulkan agar sidang isbat penetapan Idul Fitri nanti tidak perlu digelar.

“InsyaAllah Idul Fitri akan bareng. Posisi hilal saat akhir Ramadan sudah di atas 8 derajat. Dengan posisi seperti itu, hilal sudah bisa dilihat jelas. Jadi tidak perlu sidang isbat, sehingga bisa hemat anggaran,” kata Abdul Mu’ti saat menyampaikan ceramah dalam acara Tarhib Ramadan dan Milad ke-3 Masjid Al Birru di Desa Mindahan Kidul, Batealit, Jepara, Minggu (3/3/2024).