Mimika – Pihak Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya melalui tayangan video menyatakan bahwa pilot Susi Air Kapten Philip Mark Merthens tidak akan dilepaskan sebelum pemerintah Indonesia mengakui kemerdekaan Papua.

Sementara Juru Bicara (Jubir) Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) menunjukkan kondisi terakhir pilot Susi Air Kapten Philip Mark Merthens melalui sejumlah foto dan video yang dikirim via WhatsApp, Selasa (14/2/2023).

Foto dan video tersebut menampilkan KKB saat menguasai pesawat Susi Air Pilatus Porter PC 6/PK-BVY dan kemudian membakarnya.

Adapun foto dan video saat KKB bersenjata lengkap bersama Pilot Susi Air Kapten Philip. Dalam video itu, pentolan KKB Egianus Kogoya menyatakan bahwa pilot tersebut tidak akan dilepaskan hingga Papua Merdeka.

“Hanya kunci kemerdekaan baru saya akan lepas pilot. Jadi negara Indonesia harus mengaku bahwa harus Papua merdeka,” ujar Egianus dalam video.

“Saya sandera dia untuk Papua merdeka, bukan untuk makan untuk minum. Itu tidak ada. Jadi saya akan bawa pilot sampai Papua merdeka,” tegasnya.

Sementara itu, Jubir KKB, Sebby Sambom melalui video berdurasi 2:51 menit menyampaikan bahwa pilot Kapten Philip adalah jaminan politik untuk bernegosiasi tentang kemerdekaan Papua.

“Pilot warga Selandia Baru resmi mereka tahan sebagai jaminan politik untuk negosiasi tentang hak kemerdekaan bangsa Papua Barat,” tegasnya.

Sebby menyebutkan, pilot telah bersama-sama dengan kelompok pimpinan Egianus Kogoya di Markas Kodap III Ndugama.

“Pilot dalam keadaan baik-baik dan sehat. Kemudian TPNPB akan bertanggung jawab. Jadi pilot itu ditahan sebagai teman dan sahabat dari tetangga kami terdekat orang New Zealand,” sebut Sebby.

“Oleh karena itu, Jakarta tidak boleh politisir dengan apapun alasan. Kami akan bicara dengan pemerintah Selandia Baru karena selama ini Pemerintah Selandia Baru Australia, Uni Eropa, Amerika Serikat mereka mendukung Indonesia persenjataan dan melatih tentara polisi untuk bunuh orang asli Papua selama 60 tahun,” imbuhnya.

Dia juga meminta pertanggungjawaban dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) karena menurutnya PBB telah gagal melegitimasikan hak kemerdekaan bangsa Papua.

“Jadi tujuan dan sikap kami sangat jelas,” ujarnya.