Papuaekspose.com – Eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) harus gigit jari setelah sebelumnya meminta Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Ma’ruf Amin, serta Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Republik Indonesia Jusuf Kalla (JK) sebagai saksi meringankan.

Pihak Jokowi dan JK blak-blakan merasa tidak relevan untuk hadir sebagai saksi meringankan dalam kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian yang menjerat SYL.

“Proses persidangan Syahrul Yasin Limpo adalah terkait dugaan tindakan yang dilakukan dalam kapasitas pribadi, bukan dalam rangka menjalankan tupoksinya sebagai pembantu presiden,” kata Staf Khusus Presiden Dini Puwono, pada Sabtu (8/6/2024).

Ia menegaskan, hubungan Jokowi dengan para menteri adalah sebatas hubungan kerja dalam rangka menjalankan pemerintahan.

“Presiden tidak dalam kapasitas untuk memberikan tanggapan atau komentar apa pun terkait tindakan pribadi para pembantunya,” kata dia.

Hal senada juga disampaikan juru bicara JK Husain Abdullah. Ia berpandangan, SYL agar JK menjadi saksi dalam sidang kasus korupsi pemerasan dianggap tak relevan.

Sebab, kasus yang menjerat Syahrul Yasin Limpo merupakan masalah hukum, bukan masalah personal kedekatan JK dengan SYL.

“Ini masalah hukum, bukan soal personal dekat atau tidak. Pak JK tidak relevan untuk dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan SYL,” kata Husain, Sabtu.

Husain juga menyebut, kasus yang menjerat SYL berkaitan dengan jabatannya sebagai Menteri Pertanian 2020-2023.

Pada saat SYL menjabat tahun tersebut, JK sudah tak memiliki jabatan di pemerintahan.

“Karena SYL jadi menteri bukan pada saat Pak JK menjabat sebagai Wapres. Karena itu, Pak JK tentunya tidak tahu masalah maupun latar belakang persoalan yang kini menjerat Syahrul Yasin Limpo,” ucap Husain.

Kompas.com juga telah menghubungi Juru Bicara Wapres Ma’ruf Amin, Masduki Baidlowi, untuk menanggapi permintaan jadi saksi meringankan SYL. Namun, sampai berita ini ditulis, belum ada tanggapan dari Masduki.

Sudah kirim surat

Anggota Tim Kuasa Hukum SYL, Djamaluddin Koedoeboen mengeklaim, mengaku sudah mengirimkan surat kepada Jokowi, Ma’ruf, dan JK untuk menjadi saksi meringankan atau saksi a de charge dalam sidang lanjutan pemeriksaan perkara, Senin (10/6/2024) hari ini.

Tim juga mengirimkan surat serupa kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

Menurut Djamaluddin, tokoh-tokoh tersebut mengenal Syahrul Yasin Limpo karena politikus Partai nasdem itu mantan pembantu presiden. Djamaluddin mengeklaim, ketika SYL menjabat Menteri Pertanian, kliennya juga pernah memberikan kontribusi Rp 2.200 triliun setiap tahun kepada negara.

“Itu kita minta klarifikasi terus juga mengonfirmasi kepada Bapak Presiden bahwa apakah apa yang disampaikan beliau di persidangan benar atau tidak,” kata Djamaluddin, Jumat (7/6/2024).

Meski demikian, Djamaluddin mengaku pihaknya juga menyiapkan saksi meringankan lainnya, mengingat tokoh-tokoh yang disurati tersebut merupakan pejabat tinggi negara.

Tim kuasa hukum tetap berharap Presiden Jokowi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan turun tangan memberi klarifikasi kepada publik.

“Entah itu menyalahkan atau membenarkan atau meluruskan tetapi saya kira itulah pertanggungjawaban moral sebagai kepala negara sebenarnya yang kita harapkan,” kata Djamaluddin.

Dalam perkara ini, jaksa KPK mendakwa Syahrul Yasin Limpo menerima uang sebesar Rp 44,5 miliar hasil memeras anak buah dan Direktorat di Kementan untuk kepentingan pribadi dan keluarga.

Pemerasan ini disebut dilakukan SYL dengan memerintahkan eks Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta; dan eks Sekjen Kementan, Kasdi Subagyono; Staf Khusus Bidang Kebijakan, Imam Mujahidin Fahmid; dan ajudannya, Panji Harjanto.