Papuaekspose, – Tokoh Masyarakat Adat Kabupaten Puncak Provinsi Papua Tengah Oto Wangime Tabuni mengadu dan meminta kepada Ketua KPU RI, Ketua Bawaslu RI, dan Ketua DKPP RI agar memastikan calon anggota KPU Kabupaten Puncak yang akan ditetapkan duduk di bangku Komisioner nantinya harus netral dan tidak berafiliasi dengan partai politik.

Sebab, Tabuni menduga kuat, dari 10 nama yang dinyatakan lolos oleh Tim Panitia Seleksi (Pansel) calon anggota KPU Kabupaten Puncak, 4 orang diantaranya diduga kuat masih aktif sebagai anggota Partai Politik saat ini.

“Jadi, kami sudah bikin pengaduan dan laporan diterima langsung oleh KPU RI, Bawaslu RI, dan DKPP RI di Jakarta. Kami ada pegang disposisi tanda terima. Sampai saat ini kami juga masih menunggu berkasnya ditindaklanjuti,” kata Oto kepada Papuaekspose Selasa (12/9/2023).

Dalam laporan pengaduan itu kata Tabuni, terlampir bukti-bukti mengenai beberapa calon anggota KPU Kabupaten Puncak yang lolos 10 besar tapi masih aktif menjadi pengurus dan anggota Partai Politik.

“Bukti-buktinya juga sudah kami lampirkan dan serahkan kepada pimpinan KPU RI, Bawaslu RI, dan DKPP RI. Kami minta mereka tidak diloloskan, harap segera ambil langkah tegas untuk selamatkan lembaga KPU,” ujarnya.

Oto Wangime Tabuni kembali mengingatkan, menjadi anggota KPU tidak boleh aktif sebagai anggota Partai selama lima tahun ke belakang saat mendaftar.

IMG 20230912 WA0013

Sebagaimana hal itu diatur dalam UU Penyelenggara Pemilu Pasal 11 huruf i yang berbunyi, mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun pada saat mendaftar sebagai calon anggota KPU.

Huruf j. Mengundurkan diri dari jabatan politik, jabatan di pemerintahan, dan/atau badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah pada saat mendaftar sebagai calon;

Huruf k. Bersedia mengundurkan diri dari kepengurusan organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum dan tidak berbadan hukum apabila telah terpilih menjadi anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota, yang dibuktikan dengan surat pernyataan.

“Jadi, tim seleksi juga harus bekerja sesuai dengan aturan-aturan ini, sedangkan bukti yang kami miliki ada oknum calon anggota KPU yang masa kepengurusanya di partai politik berdurasi 2022-2027,” tutupnya.

Terpisah, dikutip dari laman resmi DKPP RI bahwa, proses seleksi calon penyelenggara Pemilu, baik itu KPU maupun Bawaslu bukan hanya tunduk pada rule of law tetapi juga rule of ethic. Hal tersebut sebagai langkah awal untuk mewujudkan Pemilu yang berintegritras dan dipercaya masyarakat.

Pernyataan ini disampaikan Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Ratna Dewi Pettalolo dalam kegiatan pembekalan bagi Tim Seleksi Calon Anggota Panwaslih Provinsi Aceh, Anggota Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara, dan Provinsi Sulawesi Selatan Masa Jabatan 2023-2028 di Jakarta.

“Meski tim seleksi bukan subjek yang diadukan (ke DKPP) tetapi perilaku dalam proses seleksi ini harus berpedoman pada rule of ethic yaitu UU Nomor 7 Tahun 2017 dan dijabarkan di dalam Peraturan DKPP terkait Pedoman Penyelenggara Pemilu,” kata Dewi dalam kutipan.

Proses seleksi penyelenggara, sambungnya, tidak cukup dengan rule of law. Pasalnya, hukum dan etika adalah bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan.

Ia menambahkan, proses seleksi yang patuh serta tunduk pada rule of law dan rule of ethic akan melahirkan penyelenggara yang berintegritas dan beretika.

Berkomentarlah dengan baik dan bijak menggunakan facebook