Jakarta – Setelah sukses melakukan hilirisasi untuk komoditas nikel, Jokowi telah mengumumkan larangan ekspor untuk komoditas bauksit mulai Juni tahun ini dan menyebut aturan yang sama juga akan dilakukan untuk komoditas lain termasuk emas dan tembaga.

Jokowi saat ini belum secara resmi mengumumkan kebijakan terkait larangan ekspor bijih tembaga, namun telah memberikan sinyal tersebut dalam acara Mandiri Investment Forum 2023 awal Februari lalu.

“Ini nikel sudah setop. Saya sudah sampaikan lagi, bauksit di Desember kemarin, bauksit setop bulan Juni. Nanti sebentar lagi, mau saya umumkan lagi tembaga setop, tahun ini setop,” kata Presiden, melansir rilis resmi Sekretariat Kabinet RI.

Jokowi menyebut penghentian ekspor tembaga mentah didasari oleh progres pembangunan smelter di Gresik, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat (NTB) yang sudah mencapai lebih dari 50 persen.

Presiden RI juga menegaskan akan terus melanjutkan kebijakan hilirisasi pertambangan meskipun mendapatkan gugatan dari negara lain dan meyakini bahwa kebijakan tersebut akan melompatkan Indonesia dari negara berkembang menjadi negara maju.

Pesan Chief Executive Freeport

Tahun lalu, kekurangan pasokan akibat perang di Ukraina, melonjaknya biaya energi, dan pembukaan kembali pandemi pertama kali mendorong harga logam dasar ke level tertinggi beberapa tahun. Kemudian, harga merosot di tengah tahun, terseret oleh kekhawatiran tentang penguncian di China dan prospek resesi AS.

Tahun ini harga sejumlah komoditas logam utama telah pulih ke level tertinggi tahun lalu, terangkat oleh pembukaan kembali ekonomi China dan pasokan global yang rendah. Sebelumnya, kebijakan zero covid China telah menurunkan permintaan dari konsumen komoditas terbesar di dunia.

Selain pembukaan kembali yang lebih cepat dari perkiraan di China, Eropa yang mampu melewati musim dingin tanpa krisis energi yang signifikan ikut mengangkat permintaan.

Selanjutnya tanda-tanda ketahanan ekonomi AS yang tidak terduga telah meningkatkan harapan akan permintaan yang kuat di masa depan.

Banyak analis memperkirakan penggunaan logam seperti tembaga, litium, dan seng akan terus tumbuh signifikan. Hal in dikarenakan peran sentral logam tersebut untuk transisi energi, termasuk membuat turbin angin hingga panel surya. Namun, meski permintaan akan naik, banyak juga yang memperkirakan pasokan akan tertinggal dari permintaan karena perusahaan pertambangan tidak meningkatkan produksi secara substansial.

Pada presentasi kinerja keuangan kuartal IV-2022 baru-baru ini, Freeport-McMoRan, salah satu penambang tembaga terbesar di dunia, mengatakan akan melakukan lebih banyak investasi modal pada tahun 2023. Analis juga mengharapkan perusahaan untuk memperpanjang program pembelian kembali saham (buyback) yang agresif sejak tahun lalu.

Perusahaan meningkatkan beberapa operasi di tambang yang ada di Indonesia, tetapi mengatakan industri tembaga tidak memiliki cukup investasi yang direncanakan untuk mengisi kekurangan yang diharapkan dalam jangka panjang.

“Tidak ada cukup tembaga di dunia saat ini,” kata Chief Executive Freeport Richard Adkerson.

“Jumlah tembaga sangat tidak mencukupi sehubungan dengan meningkatnya permintaan yang signifikan,” sambungnya.

Tahun ini belanja modal Freeport ditargetkan mencapai US$ 5,2 miliar (Rp 78 triliun), termasuk US$ 2,3 miliar untuk pengembangan proyek tambang dan US$ 1,8 miliar (Rp 27 triliun) untuk proyek smelter di Indonesia.

Proyek tambang yang sedang digarap Freeport termasuk blok Kucing liar yang diperkirakan akan menghasilkan lebih dari 6 miliar pound tembaga dan 6 juta ons emas antara tahun 2028 dan akhir tahun 2041.Saat ini memiliki tiga tambang bawah tanah yang beroperasi di Distrik mineral Grasberg: Grasberg Block Cave, Deep Mill Level Zone (DMLZ) dan Big Gossan.

Kegiatan pengembangan praproduksi Kucing Liar dimulai pada tahun 2022 dan diperkirakan akan berlanjut hingga jangka waktu 10 tahun. Investasi modal diperkirakan rata-rata sekitar US$ 400 juta (Rp 6 triliun) per tahun selama periode tersebut, termasuk sekitar US$ 470 juta (Rp 7,05 triliun) untuk tahun 2023.

Sementara itu proyek smelter dengan kapasitas produksi 1,7 juta ton konsentrat tembaga diperkirakan baru akan beroperasi tahun 2024, dengan proses konstruksi telah selesai 50% hingga akhir tahun 2022.