YLBH Papua Tengah Minta Kapolda Copot Kapolres Nabire Buntut Insiden Kekerasan Terhadap Jurnalis
Papuaekspose.com – YLBH Provinsi Papua Tengah mengecam keras tindakan kekerasan oknum aparat polisi terhadap sejumlah wartawan saat meliput aksi massa di Nabire, pada Jumat 5 April 2024 kemarin. Hal ini diungkapkan Direktur YLBH Papua Tengah, Yosep Temorubun dalam siaran pers yang diterima. Sabtu (6/4/2024).
Menurut Direktur YLBH Papua Tengah ini dalam menjalankan tugas profesi jurnalis dilindungi UU Pers No 40 Tahun 1999. Pasal 2 UU pers menyatakan, kemerdekaan pers salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum.
Dalam pasal 4 ayat 1 mengatakan kemerdekaan pers menjamin hak asasi warga negara ayat 3 untuk menjamin kemerdekaan pers nasional memperoleh dan menyebarluaskan informasi.
“Dalam melaksanakan tugas peliputan aksi demontrasi merupakan tugas sebagai pers dalam mengawal kebebasan menyatakan pendapat di muka umum,” kata dia.
Menurutnya tindakan arogansi yang dilakukan oknum anggota Polres Nabire tidak patut dicontoh.
Lagi pula wartawan bersangkutan sudah menyampaikan bahwa dirinya wartawan, bahkan tanda pengenal sudah ditunjukkan yang bersangkutan dalam meliput aksi demonstrasi.
“Saya berharap sanksi administrasi berupa penundaan kenaikan pangkat dan dipindahtugaskan dari Polres Nabire ke Polres di luar Polres Nabire, tindakan oknum anggota Polres masuk dalam kategori tindak pidana pengeroyokan di muka umum unsur Pasal 170 ayat 1,” kata Yosep dalam siaran persnya, Sabtu (6/4/2024).
Dalam pasal tersebut lanjut Yosep, barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenang bersama-sama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang di pidana paling lama 5 tahun 6 bulan.
“Saya berharap jangan karena ulah satu orang oknum yang bersikap tidak baik membuat ketidak percayaan publik terhadap pihak lain, masih banyak anggota Polri yang memiliki prestasi bahkan hubungan mitra antara Polri dengan media begitu erat terbangun dengan baik selama ini,” katanya.
Lanjutnya, sanksi disiplin kode etik perlu diterapkan sehingga ada efek jera dan menjadi pelajaran kedepan dalam mengawal aksi demontrasi lebih berhati-hati dalam mengendalikan aksi masa di lapangan.
Direktur YLBH Papua Tengah ini juga meminta Kapolda Papua untuk mencopot Kapolres Nabire dari jabatannya, selaku pucuk pimpinan yang bertanggung jawab di wilayah hukum Polres Nabire.
“Kapolres sebagai atasan dari para pelaku harus bertanggung jawab atas perbuatan anak buahnya. Karena itu saya minta Kapolda Papua mencopot Kapolres Nabire karena tidak mampu mengontrol anak buahnya yang mengawal jalannya aksi demontrasi,” tegasnya.
Dikatakan, kekerasan yang dilakukan oknum anggota Polres Nabire terhadap para wartawan menjadi presiden buruk bagi dunia pers.
“Sebab, selalu ada saja tindakan kekerasan yang dilakukan aparat terhadap wartawan sat menjalankan tugas jurnalistiknya,” pungkasnya.
Kronologi pengeroyokan jurnalis
Sebelumnya, sejumlah anggota polisi mengeroyok jurnalis Tribun-Papua.com, Yulianus Degei saat meliput aksi massa di Jepara 2 Wadio, Kabupaten Nabire, Papua Tengah, Jumat (5/4/2024).
Massa menuntut penegakan hukum terhadap aparat TNI yang menyiksa warga secara sadis hingga viral di Distrik Gome, Kabupaten Puncak, beberapa waktu lalu.
Massa juga menyerukan bila Tanah Papua saat ini dalam fase darurat militer.
Massa membentangkan spanduk tuntutan kepada Pemerintah Pusat agar segera menarik aparat keamanan lantaran rakyat Papua tak mau tanahnya digunakan sebagai area pertaruhan investasi.
Polisi bertindak represif terhadap massa. Mereka memukul mundur massa yang menyampaikan aspirasinya secara damai.
Selain jurnalis Tribun-Papua.com, tindakan sewenang wenang dari kepolisian Nabire juga dialami wartawan lainnya.
Yakni Elias Douw dari wagadei.id. Kristianus Degey dari seputarpapua.com. dan Melkianus Dogopia dari tadahnews.com.
Terkait ini, Kapolres Nabire AKBP Wahyudi Satriyo Bintoro hanya bisa menyampaikan permohonan maaf atas kelakuan anggotanya.
“Saya selaku Kapolres Nabire memohon maaf atas tindakan anggota kami yang mungkin di luar kendali maupun kontrol,” kata AKBP Wahyudi.
Ia beralasan tindakan sejumlah anakbuahnya lantaran misskomunikasi.
Tinggalkan Balasan